Negeri Atas Awan Para Kurcaci

"Seusai tidur di siang bolong ia bergegas. Sebelumnya, ia bermimpi yang begitu mengejutkan. Hingga membuatnya terbangun dengan napas terengah-engah.

Didapati waktu menunjuk jam satu, 37 jam setelah anak tetangganya meninggal. Ia yakin ada hubungan mistis antara mimpi dan kematian itu. "Toan Sombah, dia yang membawa anak itu." Kuburan Toan Sombah berada di kebun bawah bukit Tatak Kriak. Konon dicetritakan, Toan Sombah ialah tidak lain tidak bukan seoran pekerja belanda yang mati terjatuh dari kuda dia saat berkeliling kebun.

Tidak ingin kian tertekan dan terhanyut oleh mimpi anehnya, ia memaking perlengkapan kemping. Dia ingin menemui para kurcaci yang tinggal di negri atas awan. Kau tahu, dia benar-benar bertemu para kurcaci. Kau tahu, kurcaci sangat pemalu. Dan hanya pada orang-orang yang dirasa dekat saja mereka menunjukan diri. 

Malam itu hampir larut. Saat kurcaci secara ajaib berhamburan keluar. Sebenarnya, kala itu ia tidak benar-benar terjaga, ataupun terlelap. Kau tahu alam antara? Ya sepertinya ia berada di dalam itu. Di sanalah alam yang sangat memungkinkan menyatunya berbagai dimensi kehidupan.

Ia pun segera tak ingat apa-apa setelah benar-benar sadar. Yang ia tahu, orang pada berlalu-lalang riang berfoto ria. Dibelai hangat sinar mentari yang perkasa mulai menyobeki gelap dan melindas para kabut. Dia tetap saja bersamaku. Mengalahkan segala macam goda keindahan dalam nyaman pelukku."

B29. Menarik dan menantang. Kantong adrenalin benar-benar ditekan habis-habisan. Jalanan yang terjal dengan tataan batu oleh alam yang amburadul menancap di tanah basah dibasuh hujan, menciutkan nyali. Belum lagi tanah gundul tanpa bebatuan yang beberapa titik menganak kali, sungguh memukul jatuh keberanian. Eits, bagi saya iya. Tidak dengan mereka para petangguh warga lokal dan tentunya pegiat offroad.

Baik, cerita dimulai lewat tengah hari. 22 November 2014. Mulanya, memang tidak terencana dengan sengaja. Sejak pagi saya begitu ogah-ogahan untuk beranjak dari tempat tidur. Lantaran tiadanya kegiatan menarik di akhir pekan itu.

Sembari geletakan saya menghubungi seseorang yang mendekati seratus persen setuju bila diajak berpetualang. Parah. Tepat, dia meluluskan ajakan saya menuju tempat yang belum pernah saya tapaki. Deal. Jam  satu berangkat.

Eh, tanpa sadar saya terseret lagi ke dalam tidur. Alhasil, setengah jam dari kesepakatan awal, saya tergopoh-gopoh menyiapkan ini-itu. Satu kekawatiran saya bila berangkat lewat tengah hari. Hujan yang berduyun-duyun membasahi siapa dan apa saja tanpa ampun. Palang.

Rupanya para panitia hujan hari itu banyak yang bolos. Yeha, saya bergegas menghampiri Parah di kediamanan bapak emaknya. Perjalananpun dimulai jam setengah tigaan sore. Yah, hal-hal remeh temeh yang tak di siapkan sedari awal, mau tak mau turut menyita waktu.

Dibekali bakso campur mangli yang azib, rasanya tidak ada lagi yang kurang. Sejam setengah berlalu di jalanan berbaur debu dan asap knalpot, manibakan kami di Lumajang. Setalah memenuhi tangki motor dengan BBM yang subsidinya dicabut pak Jokowi, Senduro menjadi mata kompas yang harus kami tempuh.

Sedikit banyak bla bla bla di jalanan, tibalah di pertigaan menuju arah Ranupani. Namun bukan itu yang hendak kami tuju. Jadi lewat saja. Pura besar di jalan menanjak, lewat juga. Setelah kurang lebih 5 km--ambil kelebihanya, bila kurang tolong tambahi--ada plang di kiri jalan bertuliskan B29. Tada, ikuti strimlen, eh tanda plang ding.

Jalanan mulai naik dan menaik dan dingin dan mendingin--sungguh tidak eyede. Nah, rupanya panitia hujan tengah rapat besar-besaran di sini. Beberapa anggota yang nakal, menciprat-cipratkan air. 

Hemmm, dingin-dingin empuk. Makin naik, kabut makin turun. Entah berapa jengkal jarak kami lalui. Tikungan demi tikungan, tibalah di sebuah gapura. "NEGERI DI ATAS AWAN" Selamat datang kawasan wisata B29 Desa Argosari Kec. Senduro- Kab. Lumajang.

Oia, jangan kaget bila ada beberapa ghost rider, maksud saya pengendara motor biasa sih, yang turut menyambut dan mengarak perjalanan Anda. Mereka adalah pengendara tangguh alias pengojek-pengojek dengan skill mumpuni untuk negerinya.

Des des des, motor saya takhluk di terjalnya tanjakan. Yasudahlah, mau apa dan gimana lagi. Saya titipkan saja di rumah warga. Selanjutnya, hehe, ya ngojek lah. 40 ribu seorang. Tepat jelang petang dibalut dingin yang tidak seberapa, pucuk B29 berada di bawah surga. Alias telapak kaki saya, hehehehe...eits, bukan ya.

Pemandangan sungguh biasa. Ada bukit yang mengular, pohon melambai-lambai, kedai kecil-kecilan yang berderet, angin yang mendesau, dan beberapa pengunjung lain mengepulkan asap dari corong mulutnya. Perkara bagus gak bagus, indah gak indah, itu hak masing-masing orang untuk menerjemahkan segala yang ditangkap panca indra yang dibawa sarap menuju otak lalu diungkapkan oleh mulut--apik e--dan dipamerkan pada teman-temannya yang belum pernah ke sana. Dengan pamer beberapa foto tentunya.

Sudah, malam mulai membawa gelap. Derajat panas tubuh turun seiring berjalannya malam. Sak-masakan adalah bagian haram untuk dilewatkan saat kemping. En*rgen hangat lumayan meninggikan suhu badan. Hemmm, yumyyyyy. Lalu disambung untaian mi kuah hangat. Sambil dihibur dengungan lagu-lagu Banda Neira, Payung Teduh, Ost Gie, dan suara jelek Parah yang kadang turut melantun. Saya juga sih. :D

Malamnya, ada suara-suara aneh. Itu terjadi setelah gerimis kabut. Saya klaim saja itu suara para kurcaci. Mereka yang sangat pemalu. Saat saya buka tenda, mereka lenyap. Lalu selang berapa lama, muncul lagi. Ya, mari kita bikin kesepahaman bersama, bahwa mereka adalah para kurcaci yang tinggal di negeri atas awan. Gpp agak fiktif.

Paginya, orang-orang berhamburan keluar tenda menyambut mentari. Sunrise. Berfoto selfi, aneh-aneh. Yah, beberapa menit kemudian suasana kembali hening. Mereka pada pulang atau entah kemana. 

Saya dan Parah turun bersama, jalan kaki. Biar sehat sambil menikmati alam. Dan sudah,

0 komen:

Post a Comment

 
Copyright 2009 Nulisae ning kene
BloggerTheme by BloggerThemes | Design by 9thsphere