Beraninya sebatas di jalan, kasihan

http://duniaaxis.co.id
Saya hendak menuliskan kisah tentang HP. Ini betul-betul nyata tentang hubungan baik yang terjalin erat antara saya dan HP. Mulanya begini. Entah karena terbawa pengaruh teman atau juga iklan yang bahasanya benar-benar merajuk-merayu, saya menjadi terobsesi untuk memiliki sebuah HP.

Rasa yang sungguh mengelitik-mengusik itu memaksa saya untuk mengumpulkan beberapa lembaran uang. Bukan dari maling ataupun nyopet. Melainkan dari sedikit ketekunan dan kepandaian saya yang tidak akan saya ceritakan kali ini. Anggap saja saya mendadak sudah mengantongi beberapa lembar uang. Nah, setelah itu ada lagi permasalahan kasik. Ini tentang apriori orang tua terhadap anaknya. 

Perihal kepemilikan HP yang diduga akan menurunkan prestasi di sekolah. Terang saja saat itu saya menapak kelas tiga esema. Komentar, makian, dan sebangsanya akibat apriori ortu yang tulen orang desa, begitu deras menghujani. Masuk telinga kiri. Masuk lagi telinga kanan. Dan keluar entah lewat mana lagi. 

Huuuh, itu benar kisah nyata kawan. Dan saya berani mempertaruhkan setengah uang jajan saya, bahwa kejadian itu kini sudah dianggap legenda yang tidak mungkin terulang. Laiknya kisah tentang Angling Dharma atau juga Gajah Mada. Tidak ada lagi jaman ketika seorang ingin HP, dicerca marah. Malahan setahu saya, betapa manja anak sekarang yang seusia saya ketika itu. 

Kunfayakun, orang tua nurut. Entah japa mantra apa yang dikomat-kamitkan para anak jaman sekarang. Sekali minta, bolehlah. Saya ingat betul, bahwa seyakin sumpah serapah uang yang saya anggarkan itu sungguh halal dan secara defacto milik saya. Hasil usaha jerih payah yang tidak seberapa anakan kelas tiga esema. 

Sudah uang milik sendiri, masih tidak boleh lagi. Padahal saya sudah sakau akibat iming-iming dan hasrat yang tidak jelas ujungnya dari iklan yang menggelontor dari pusparagam cara dan media. Tanpa banyak basi-basa, ya saya belikan HP. Lha wong saya itu orangnya serba otomatis. Tanpa disuruh, ya beli. Tapi ini jugalah sifat ajaib saya. Salah seorang asli golkar. Golongan karepe dewe. Ketika hal itu sudah menjadi karep, maka betapa keras batu menghadang, saya suruh orang memindahkan. Membuang jika perlu. 

Itu baru selintas kisah yang tak detail dan seperti bajing yang hobi meloncat dari dedahanan. Sejak permulaan saya menaruh hati pada sang HP. Ending-nya, sebuah HP—meski tidaklah tersegel—berpindah tangan secara tidak tertulis pada genggaman. Ah, lega betul mulanya. Kegirangan serasa memancar dari setiap helai rambut saya yang tidak lurus. Lalu, seiring hadirnya si HP, seolah aura yang dibawanya—si HP—mampu membungkam cercaan yang hilir mudik di telinga. Selanjutnya, telinga saya banyak dimanjakan oleh ringtone polyphonik dari si HP. So sweet...

Ah, lagi-lagi adegan itu menjadi usang benar. Ketika saya yang sekarang sudah memiliki sebuah HP touchscreen berfitur internet  dan sekira empat HP lainya. Bukan saya bermaksud jumawa. Tapi memang itu nyata. Entah harus disebut megaya atau megoblok, hanya yang mau iseng yang berhak melempar komentar. Nah saya tanya, bagaimana dengan kisah sejarah Anda?
****
Ada yang punya cukup waktu untuk dibung-buang? Mari ikuti saya. Kita pergi bersama. Lalu nongkrong di kantin. Jangan jauh-jauh. Cukup kantin di sekitaran kampus saja. Alasannya. Kan harga kopi akrab nyangkruk hanya duaribu perak. Selain itu pasti ada lagi. Apa ya? Karena elok pakaian para perempuan di sini. Begitu tertampil dengan asoypakdhe. Terlalu sayang untuk dilewatkan.

Bisa-bisa malah putus asa. Sudah dirias dengan mentok sana-sini, pakai bedak gincu eyeshadow eh gak ada yang ngelirik. Kan kasihan. Sia-sia deh usahanya untuk menggapai sebuah kepuasan atas jerih payah yang tak murah. Meski kadang dipandangnya malah murahan. Maaf, bukan maksud saya apa-apa. Hanya saya bicara blak-blakan.

Ya, begitulah adanya. Ini baru di kantin. Belum lagi kalau nongkrongnya di warung-warung pinggiran jalan. Wah, rasanya mata benar-benar dimanjakan dengan pemandangan yang asoy geboy. Buat saya sih, yang sedikit tengik dan penggurau.

Bagaimana tidak. Berseliweran gadis anak orang dengan sepan yang panjangnya tak lebih sejengkal. Juga kaos oblong ala yunomisoel hingga sengaja menunjukkan belahan dadanya. Wah-wah, betapa menawan mereka menata rias penampilannya. Bukan maksud saya bicara yang porno. Lagi-lagi saya hanya bicara apa adanya.

Tidak sampai di sini saja. Otak saya tak rela kalau hanya mata yang dapat kesempatan bersenang-senang. Pikiran saya juga ikut iseng. Bukankah kata orang, dari mata turun kehati. Tidak buat saya. Dari mata naik ke otak. Lalu jatuh kemulut. Weh..weh..weh…

 Apa semempesona itu mereka menata pikirannya. Otaknya maksud saya. Apa sudah seimbang dengan penampilan yang juara. Betapa sempurna, penampilan ngejreng, prestasi mentereng.

Perempuan di kampus saya. Otaknya seencer merias tubuhnya. Ini harusnya judul tulisan ini. Tapi benarkah? Gak papalah, yang penting eksistensi nomer satu. Yang tampak kan penampilan luar. Biar mata membawanya kehati. Urusan otak nomer tujuh belas. Begitukah?

Atau saya sanksi. Bahwa hanya penampilan saja yang tampak ngejreng. Sedang logikanya samasekali kethol. Alamak. Ini hanya pikiran saya yang semata-mata saya sebagai lelaki kurang pandai saja. Kurang pandai untuk berpikir yang baik-baik. Semoga saja ini hanya ada dalam pikiran saya. Dan katakan kepada saya bahwa yang ada dihadapan saya itu semta adalah kebohongan besar.

Ya itu terserah saja. Kalau saya, meski gak ganteng-ganteng amat, yang penting otak harus smart. Kalau mau eksis, rawat tu otak biar tak disarangi lebel-lebel dari butik atau mall-mall. Biar selalu fresh untuk menghadapi segala macam keadaan.

Belum lagi para klub motor. Yang sering memutar gasnya penuh. Hingga knalpot menjerit segilanya. Bikin teingan kesumbat rasanya. Mungkin dengan itu mereka merasa mendunia. Menyedot perhatian banyak orang. Menyuguhkan panorama eksotik.

Aih, ndeso amat sih. Kata dalam hati saya. Bukan maksud menyela atau membodohi. Ini jaman sudah segini. Ada yang memfilmkan tahunnya kiamat. Ada semacam ramalan yang senada. Tapi saya tak mudah percaya.

Yang ada dalam benak saya simpel. Kalau benar-benar mereka tak hanya ingin dilihat segelintir orang, ya cari jalan lain. Untuk semakin menambah daya dobrak biar dikenal kalangan seisi jagad. Kan banyak media. Utamanya dengal semakin membuminya internet. Kembangkan kreatifitasnya.

Dan buat teman-teman saya. Kalau mau curi-curi perhatian, kan sudah gak jamannya hanya dipinggiran jalan. Atau di petakan ruang kampus. Dunia cyber sudah gamblang dibuka. Sudah jamannya berselancar memikat perhatian dunia lewat jembatan internet.

Sayang, ajang unjuk gigi hanya tercecer di sepanjang jalan. Yang tak berumur panjang. Siap menguap disapu panas. Kintir terbawa aliran air hujan. Bayangkan, kalau itu bisa dibawa ke dalam luas samudra cyber. Bukankah akan lebih mendunia. Tak lagi seperti katak dalam tempurung.

Ini hanya isi lamunan saya. Ketika tak kunjung muncul sebuah inspirasi untuk membuat tulisan. Seperti kebiasaan, iseng saya yang muncul. Yah, tapi entahlah. Sedap dipandang. Nikmat diimajikan. Dan ujungnya, diceritakan dalam tulisan.

Untung yang saya buat hanya semak-semak aksara yang rimbun. Bukan sebatang rudal yang lengkap dengan racun bio kimiannya. Saya sih pinginnya juga buat rudal. Tapi saya modif sedemikian rupa hingga efek racunya bisa bikin ketawa.

Tapi apalah daya, saya hanya tamatan S1 yang belum tamat-tamat. Jurusan ya hanya jurusan biasa, umum. Bukan spesifik pernukliran. Bagai pungguk merindukan bulan untuk bisa buat kalau gini. Sudahlah. Bikin ini aja, tulisan. Ada pepatah lama bilang: Kalau umurmu tak sepanjang umur dunia, maka sambunglah dengan tulisan, bukan dengan rudal. Hahaha….

Dan ini salah satu cara saya untuk memanjangkan umur.

0 komen:

Post a Comment

 
Copyright 2009 Nulisae ning kene
BloggerTheme by BloggerThemes | Design by 9thsphere