2 hari lalu, 13 Desember 2014, saya dikirimi sebuah alamat situs web oleh Parah. Seseorang yang tinggal berjauhan dengan saya saat ini. Setelah saya buka, ternyata sebuah hot treads-nya kaskus. Tentang 9 hal yang tidak didapatkan di Jakarta.
Tidak ada salahnya buat saya sebagai pendatang baru mencobai sebanyak-banyak referensi tentang Jakarta. Dari yang saya baca, benar juga yang dikarang entah siapa itu yang di kaskus. Namun, setelah kejadian hari ini, saya meyakini ada beberapa poin yang kurang bisa saya terima.
Ceritanya, dimulai dari pesan singkat yang saya terima. Isinya mengharuskan saya hadir untuk keperluan tertentu di sebuah kantor redaksi harian di Jakarta. Saya memilih berangkat nebeng seorang teman. Untuk pulangnya, saya ingin mencoba naik kendaraan umum saja.
Setelah saya niteni jalan-jalan krusial, yang dekat dengan akses busway, saya menata mental siap-siap untuk tersesat kemanapun. Untuk meminimalisir kesesatan, saya gunakan fasilitas maps di android. Meski demikian, saya tak lepas dari kebingungan yang entah dari mana munculnya. namun saya tahu, itu harus dilawan dan dilalui.
Sore jam 5, urusan saya kelar di kantor redaksi itu. Saya berjalan menuju shutter busway terdekat. Dengan pede yang dipaksakan, saya beli tiket pertama yang ada nomer FF 3058162. Setelah beli, saya bertanya arah dan shutter mana saja saya harus transit. Saya perhatikan betul arahan dari mas-mas petugas itu.
Rupanya, tidak sesulit yang saya bayangkan. Itu yang ada di pikiran saya setiba di kosan. Namun saat di jalan, tak tahulah apa yang saya pikirkan, yang kelewatlah, nyasarlah, kelamaanlah, dan lah-lah gak penting lainnya. Alhamdulilah saya tiba.
Oia, cerita dari treads di kaskus, salah satunya ialah senyum. Ya, yang tidak bisa didapatkan di Jakarta ialah senyum. Etapi tidak demikian yang saya alami. Kejadian itu terjadi dalam busway tujuan Lebak Bulus.
Setelah sempat salah mengantri, tiba-tiba saya gabung di antrian wanita, palang, lantaran penuh sesaknya shutter. Saya dapat kursi dan duduk manis di sela-sela orang-orang yang pada berdiri. Semua aman terkendali berjalan sesuai SK Gub No 1912/2005.
Hingga tiba suatu ketika, saya menoleh ke sekeliling penumpang. Ada orang tua berdiri mengempit tas. Perempuan bermasker kaya shinobi Konoha Gakure. Tidak ada masalah sama sekali dengan mereka.
Masalah yang mungkin sebenarnya bukan masalah lalu menjadi masalah karena saya memaknainya sebagai masalah ialah, saat mata saya bertemu mata dengan seseorang lelaki muda yang tengah berdiri. Tubuhnya lumayan gendut, tidak seberapa tinggi, menyelempangkan tas sebelah pundak, mengenakan jean ketat, kaos oblong berjaket dan bersandal japit.
Dia menyunggingkan bibirnya. Senyumnya agak tertahan tertarik ke atas sudut bibirnya. Saya terhenyak. Saya kira dia salah orang saja saat melemparkan senyum itu. Pandangan saya langsung saya lempar keras-keras keluar busway hingga terjerembap di got berair putih keruh dan sudah pasti beraroma menyengat bau menjijikan.
Saya coba sedikit melirik. Eh dia masih senyum-senyum juga. Tak saya indahkan. Mungkin dia orang yang kenal saya, namun saya tak kenal dia. Bukankah itu sebuah hil yang musta alias mustahil. Ya, mustahil. Meski tidak ada yangmustahil di dunia ini. Saya paksakan itu mustahil.
Usut punya usut, berprasangka dan menduga, saya jadi takut-takut geli dengan pikiran saya sendiri. Jangan-jangan dia itu jangan, eh jaran, eh bukan. Kan pikiran saya jadi kemana-mana.
Bukan tanpa sebab, senyumnya itu makin menjadi-jadi setelah saya beranikan diri untuk menatap matanya. Ngeri. Geli. Jijay. Dan sebangsanya. Malahan dia sempat mencuri-curi pandang dengan memiring-miringkan badanya yang jelas-jelas terhalang orang yang berdiri di depanya untuk dapat melemparkan senyum bejatnya pada saya. Sungguh-sungguh pengalaman menggelikan dan menggilakan.
Tak banyak cakap, saat busway berhenti, saya turun saja. Berganti yang lain yang dapat menghembuskan kenyamanan dan kegelodakan sana sini, lantaran yang saya tumpangi bus tua dengan sepi penumpang. Ujungnya saya tiba dengan tidak kurang apapun, dompet, hape. Malahan saya dapat bonus. Bonus kenangan senyum mesum dari lelaki tambun yang rasanya ingin saya gantung jadikan samsak buat tinju tiap saat.